Boleh dibilang lembaga non pemerintah yang bernama KontraS, sejauh ini masih menempati posisi papan atas di negeri ini. Hal itu dapat terjadi karena agaknya organisasi tersebut punya konsistensi tersendiri dalam mengawal terwujudnya secara ideal terhadap apa yang disebut sebagai civil society alias masyarakat madani.
Secara sederhana dapat dimaknai, masyarakat semacam itu dinamika kehidupannya terselenggara dengan mengedepankan semangat kemanusiaan.
Singkatnya, tidak boleh ada individu maupun kelompok yang harus mengalami bentuk-bentuk tindakan kekerasan dari pihak manapun, termasuk yang mungkin dilakukan oleh negara dan atau korporasi.
Namun, KontraS masih menemukan sejumlah fakta bahwa tindakan kekerasan masih cukup menghantui warga, termasuk yang berada di Provinsi Sumatera Utara. Potensi juga diperkirakan masih akan terus bermunculan, khususnya yang berkaitan dengan soal agraria.
Untuk Batubara, kondisinya mungkin agak lebih spesial lagi untuk jadi perhatian dalam hal risiko terjadinya tindakan kekerasan. Terlebih dengan ditetapkannya sejumlah titik di daerah yang berbatasan langsung dengan Selat Malaka itu menjadi Kawasan Strategis Nasional.
Itu akan membuat Batubara, terlebih yang berada pada garis pesisir menjadi tempat bertumbuhannya aneka industri manufaktur, juga ramainya perairan lautnya sebagai tempat bertambat-labuh dalam kaitan rantai pasok kebutuhan global.
Belum lama ini, BVision sempat berbincang dengan salah seorang pegiat KontraS Sumatera Utara, Quadi Azzam. Ia mengungkapkan sejumlah hal mengenai langkah organisasinya dalam mencermati soal tindak kekerasan di provinsi nan berlimpah perkebunan dan kaya pada sektor kelautan itu.
Petikan wawancaranya, kami sajikan dalam tayangan video yang berada pada bagian atas pengantar ini.***tim bvision
