Bayangkan jika hari ini tidak ada kertas. Maka, hal utama yang mungkin muncul adalah aneka masalah besar yang punya hubungan dengan perekonomian secara global. Sebab, faktanya uang kertas masih menjadi alat bayar sah yang digunakan secara universal pada berbagai negara.
Tentu saja tak cuma itu. Raibnya kertas tisu jelas bakal merepotkan bagi banyak orang. Terlebih lagi jika mengingat bahwa produk tersebut di atas lazim digunakan pada kehidupan sehari-hari; baik dalam hal kebersihan maupun perawatan tubuh.
Belum lagi, kertas pun awam digunakan dalam ranah industri. Misalnya sebagai pembungkus. Mulai dari pembungkus produk-produk permesinan, elektronika, hingga produk makanan; baik yang dijual pada gerai-gerai bermerk, maupun yang berkelas kaki lima.
Cukup? Tidak. Bukankah beragam dokumen penting yang dibuat di dunia ini juga masih punya ketergantungan yang kuat terhadap kertas? Seperti pada sektor bisnis, pendidikan, hingga kantor-kantor firma hukum.
Asal-Usul Kertas
Dalam catatan yang ada, kertas diketahui pertama kali ditemukan pada zaman dinasti Han oleh Cai Lun, seorang kasim Cina pada Tahun 105 SM. Kala itu kertas dibuat memanfatkan bahan dari kain tua, kulit kayu, serta jaring ikan. Jadi, bukan layaknya kini yang memanfaatkan racikan dari serat-serat kekayuan.
Di zaman Mesir kuno kertas disebut dengan papirus(papyrus) Kata itu kemudian berkembang pada banyak bahasa manusia. Ia disebut sebagai paper dalam Bahasa Inggris, papier (Belanda) Sedangkan orang Spanyol pula menamainya papel.
Kertas juga pernah diracik dari bahan baku yang berasal dari bambu. Selanjutnya penemuan ini akhirnya menyebar. Teknologi pembuatan material penting namun rentan api itu kemudia menyeberang ke Negeri Sakura ( Jepang) dan Negeri Ginseng (Korea)
Di abad ke-8 pembuatan kertas menyebar ke Jazirah Arab, diperkirakan pada masa Abbasiyah sekira Tahun 751 Masehi. Abad Ke -11 sampai ke Eropa. Lalu, pada Abad Ke -13 kertas disempurnakan di Spanyol. Proses perbaikan manufaktur selanjutnya dilakukan di Eropa di Abad ke -19.
Di Nusantara, produksi secara massal terjadi ketika Pemerintah Hindia Belanda pada 22 mei 1922 meresmikan pembangunan pabrik kertas pertama di daerah Padalarang, Jawa Barat.
'Lapar' Kertas
Ternyata, daya serap konsumsi kertas dunia sangat luar biasa. Manusia sebagai penghuni planet air ini faktanya memang rakus terhadap kertas. Mau bukti ? Pada 2011 saja produksi kertas menembus sampai 398.975 Ton. Cina alias Tiongkok mencatatkan rekor tertinggi dengan 99.300 Ton (24,9%).
Selanjutnya Amerika Serikat juga mencatatkan rekor tertinggi kedua dengan 75.083 Ton (18,8%).Jepang dengan 26,627 Ton (6,7%). Sedangkan Indonesia mencatatkan 10.035 Ton (2,5%).
Banyak hal terkait dengan data yang kemudian bisa menjawab mengenai 'gilanya' produksi kertas tersebut. Tapi sedikit contoh yang agaknya dapat jadi gambaran adalah pada sektor makanan cepat saji.
Mc’ Donalds saja memiliki 22,621 gerai di 150 negara. Belum lagi dengan gerai Kentucky Fried Chicken yang memiliki sekira 37.900 juta gerai di 119 negara. Bayangkan, berapa banyak kertas yang dilahap gerai-gerai cepat saji tersebut per hari.
Lalu, jika rata-rata manusia di bumi yang jumlahnya hampir 7 Miliar itu menghabiskan 10 Gram saja sehari, maka silakan hitung sendiri begitu banyaknya sumber daya bernama kertas yang kena gilas. Mencermati itu, agaknya tak salah jika ada yang mengatakan bahwa manusia memang selalu 'lapar' terhadap kertas.
Menjawab Problematika Kertas
Kebutuhan terhadap kertas, memang jadi fakta yang nyata. Namun jika ditilik lebih jauh, keadaan semacam itu menyimpan dilema tersendiri. Singkatnya, produksi yang berskala 'gigantik' tak pelak juga akan berdampak serius terhadap sektor lain. Lingkungan hidup, misalnya.
Perhatikan, berapa banyak pohon yang pada hakekatnya merupakan paru-paru bumi yang terpaksa harus tumbang demi memproduksi lembaran-lembaran kertas itu. Sebentuk risiko mengancam. Hutan nan menghijau pelan tapi pasti, berangsur dapat mengalami kepunahan.
Bahayanya? Ketiadaan atau paling tidak minimnya pohon di bumi, jelas bakal berpengaruh buruk terhadap pasokan juga kualitas udara nan vital bagi makhluk hidup.
Cukupkah sampai di situ? Belum. Punahnya pepohonan juga punya relevansi yang kuat terhadap krisis pasokan air dunia. Itu di satu sisi. Belum lagi dengan terbukanya peluang lebih besar terjadinya bencana semacam banjir, juga tanah longsor.
Menghindari semua hal buruk tersebut, sejumlah langkah penyelesaian kemungkinan bisa diambil. Misalnya, semua orang perlu jadi konsumen kertas yang bijak. Misalnya, dengan mempertimbangkan dalam aspek pemanfaatan. Baik untuk urusan makan-minum, sanitasi, fabrikasi, juga dokumentasi.
Lalu, pada kertas-kertas sisa pada penggunaan yang tak dapat dihindari, elok lah jika semuanya dapat didaur ulang. Bagaimana?***dwi anjani
